MafiaNews.id / Mamuju – Aktivis antikorupsi Sulawesi Barat, Andi Irfan, mendesak Kejaksaan Tinggi Sulawesi Barat (Kejati Sulbar) segera memeriksa mantan Ketua DPRD Polewali Mandar (Polman) periode 2019–2023 serta sejumlah anggota DPRD lainnya. Desakan ini muncul setelah terungkap dugaan kejanggalan dalam pengelolaan berbagai jenis tunjangan dan belanja DPRD Polman sepanjang 2019–2024.
Menurut Andi Irfan, besarnya alokasi anggaran untuk tunjangan DPRD Polman harus menjadi perhatian serius aparat penegak hukum.
“Dengan anggaran sebesar itu, kami menilai Kejati Sulbar harus turun tangan. Ini bukan hal kecil dan butuh komitmen serius dalam pemberantasan korupsi,” tegasnya.
Aktivis meminta Kejati Sulbar mendalami dugaan penyimpangan pada sejumlah pos anggaran, di antaranya:
Tunjangan makan-minum (2019–2024)
Tunjangan kesejahteraan
Tunjangan transportasi
Tunjangan komunikasi intensif
Tunjangan reses
Tunjangan perumahan
Tunjangan jabatan
Khusus tunjangan reses, Andi Irfan menyarankan agar Kejati Sulbar berkoordinasi dengan Kasi Pidsus Kejari Polman. Sejumlah anggota DPRD disebut telah menjalani pemeriksaan pendahuluan di tingkat kejaksaan negeri.
Beberapa temuan yang disorot para aktivis antara lain:
Anggaran makan-minum pimpinan DPRD mencapai Rp1,6 miliar pada periode sebelumnya, dan disebut pernah menjadi perhatian KPK.
Nilai gaji dan tunjangan anggota DPRD Polman lebih dari Rp20 miliar per tahun, meningkat menjadi sekitar Rp22 miliar pada 2024.
Angka tersebut setara dengan Rp35–40 juta pendapatan per bulan per anggota DPRD.
Tunjangan transportasi tahun 2024 mencapai sekitar Rp7 miliar pada masa kepemimpinan eks Ketua DPRD Polman.
Menurut aktivis, nominal itu dinilai sangat tidak wajar.
“Besarnya anggaran transportasi itu sangat tidak wajar. Karena itu kami meminta Kejati Sulbar segera memanggil dan memeriksa eks Ketua DPRD Polman beserta pihak terkait,” ujar Andi Irfan.
Hingga kini, aktivis menilai belum ada respons resmi dari Kejati Sulbar terkait laporan dan permintaan pemeriksaan yang telah mereka sampaikan.
“Kami akan terus mengawal kasus ini. Kalau dalam waktu dekat belum juga ada respons, kami siap melakukan aksi lanjutan dengan massa yang lebih besar,” tegasnya.
Para aktivis memastikan seluruh dokumen pendukung akan diserahkan untuk memperkuat proses hukum.
Untuk mendalami dugaan penyimpangan anggaran DPRD Polman, aktivis merujuk pada sejumlah regulasi, yakni:
1. UU 31/1999 jo. UU 20/2001 tentang Pemberantasan Tipikor
Pasal 2 dan 3 mengenai penyalahgunaan wewenang dan kerugian negara.
2. UU 23/2014 tentang Pemerintahan Daerah
Mengatur hak, kewajiban, dan tata kelola anggaran DPRD.
3. PP 18/2017
Mengatur tunjangan perumahan, transportasi, komunikasi intensif hingga uang reses.
4. PP 12/2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah
Menegaskan prinsip efisiensi, efektivitas, dan akuntabilitas anggaran.
5. UU 11/2021 tentang Kejaksaan
Memberi kewenangan kepada kejaksaan untuk menyidik perkara korupsi.












