Mafia News.id – POLMAN- Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) memberikan klarifikasi terkait insiden eksekusi lahan di Dusun Palludai, Desa Katumbangan Lemo, Kecamatan Campalagian, Kabupaten Polewali Mandar, yang sempat viral dan memunculkan isu salah tangkap terhadap Kepala Puskesmas Alu, Jamaluddin.
Dalam kunjungan ke Mapolres Polewali Mandar pada Kamis, 24 Juli 2025, anggota Kompolnas, Yusuf, menegaskan bahwa Jamaluddin bukan korban salah tangkap oleh polisi, melainkan korban dugaan penganiayaan oleh massa.
“Yang kami terima awalnya adalah kabar salah tangkap. Namun setelah kami telusuri, yang terjadi adalah dugaan penganiayaan oleh pihak yang terindikasi berasal dari pemohon eksekusi. Polisi tidak terlibat dalam tindakan tersebut,” jelas Yusuf kepada awak media.
Insiden terjadi pada 3 Juli 2025 saat proses eksekusi perkara perdata yang telah berkekuatan hukum tetap (inkrah) di Dusun Palludai. Eksekusi yang dikawal oleh Polres Polman ini mendapat perlawanan dari pihak termohon, sehingga terjadi kericuhan di lapangan.
Yusuf mengungkapkan bahwa Kompolnas sebelumnya menerima aduan dari kuasa hukum pemohon pada 2023, yang menilai Polres Polman lamban dalam membantu proses eksekusi.
“Kami klarifikasi ke Polda Sulbar. Ternyata saat itu ada penundaan dengan alasan situasi lapangan yang belum memungkinkan,” ungkapnya.
Namun, Polda Sulbar kemudian memastikan eksekusi tetap dilaksanakan dengan pengamanan dari Polres Polman. Kompolnas pun turut menindaklanjuti pelaksanaan di lapangan.
Yusuf menekankan bahwa Polres Polman tidak memiliki kepentingan dalam perkara tersebut dan hanya menjalankan tugas pengamanan sesuai perintah pengadilan.
“Ketika terjadi perlawanan massa, polisi wajib menegakkan hukum. Namun yang jelas, penganiayaan terhadap Jamaluddin bukan dilakukan aparat kepolisian,” tegas Yusuf.
Ia juga menyampaikan bahwa kasus dugaan penganiayaan terhadap Jamaluddin kini telah masuk tahap penyidikan oleh pihak kepolisian.
Anggota Kompolnas lainnya, Ida Utari, menambahkan bahwa Polres Polman telah menjalankan seluruh prosedur pengamanan sesuai standar operasional (SOP) dan Peraturan Kapolri terkait pelaksanaan eksekusi.
Menurut Ida, tahapan pengamanan telah dilakukan secara menyeluruh, mulai dari permintaan bantuan ke Polda, koordinasi dengan pemohon dan termohon, hingga penyampaian bahwa polisi hanya menjalankan keputusan pengadilan.
“Kami melihat persiapan di lapangan sangat lengkap. Ada ambulans, damkar, bahkan petugas PLN. Itu menunjukkan antisipasi yang profesional,” tutur Ida.
Menanggapi sorotan publik soal penggunaan gas air mata saat insiden, Ida Utari menjelaskan bahwa langkah tersebut diambil demi meredam eskalasi dan mencegah bentrokan antar dua kelompok yang terlibat konflik.
“Keputusan menggunakan gas air mata bukan berdasarkan lokasi, tapi murni mempertimbangkan situasi keamanan saat itu,” pungkasnya.












