MafiaNews.id / Polman – Program pengadaan bibit kakao siap tanam senilai Rp28,1 miliar dari Dinas Perkebunan Provinsi Sulawesi Barat (Sulbar) menuai sorotan di Kabupaten Polewali Mandar (Polman). Kritik muncul tidak hanya soal kualitas bibit, tetapi juga kebijakan Pemprov Sulbar yang menutup rapat daftar kelompok tani penerima bantuan.
Hasil pantauan di lapangan menunjukkan banyak bibit kakao yang kondisinya tidak layak tanam. Sebagian bibit tampak layu, kering, menguning, bahkan ada yang patah. Polybag terlihat tidak terisi penuh, sobek, tanpa label, dan diduga tidak sesuai spesifikasi pengadaan.
Bibit sambung pucuk tersebut menggunakan label CV Wahana Multi Cipta asal Kabupaten Kolaka, Sulawesi Tenggara, dengan pelaksana CV Ayisando Utama melalui skema APBD Sulbar.
Selain persoalan kualitas, polemik juga muncul terkait distribusi bantuan. Sejumlah kelompok tani mengaku hanya sebagian anggota mereka yang mendapat bibit, sementara yang lain tidak menerima sama sekali. Hal ini menimbulkan tanda tanya mengenai transparansi pelaksanaan program.
Kepala Bidang Perkebunan Pangan Distapan Polman, Namri, membenarkan bahwa terdapat daftar kelompok tani penerima bantuan. Namun, ia menegaskan pihaknya dilarang memberikan data tersebut kepada media.
“Daftar kelompok penerima memang ada, bahkan penyuluh sudah kami turunkan untuk mendampingi. Tapi kami tidak bisa memberikan daftar ke media, karena itu perintah langsung Dinas Perkebunan Pemprov Sulbar,” ujar Namri, Kamis (14/8).
Menurut Namri, ada 210 kelompok tani di Polman yang menjadi penerima bantuan. Namun, data lengkap hanya bisa diakses melalui permintaan resmi ke Pemprov Sulbar.
“Kalau ingin tahu nama kelompok, silakan menyurat secara resmi. Sesuai arahan Pemprov Sulbar, data penerima tidak boleh dipublikasikan,” jelasnya.
Kebijakan ini menimbulkan kecurigaan di masyarakat. Warga mempertanyakan alasan Pemprov Sulbar menutup informasi yang seharusnya bisa diketahui publik.
“Kenapa Pemprov Sulbar melarang nama kelompok tani penerima bantuan dipublikasikan ke media? Ada apa sampai harus dirahasiakan? Jangan-jangan ada kelompok tani fiktif di balik program miliaran ini,” kritik seorang warga.












